Jelang Rilis Data Inflasi AS, Rupiah Masih Rawan Tertekan

Read Time:3 Minute, 16 Second

Pekerja memperlihatkan uang dolar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Senin (4/7/2022).  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) 

Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau mulai menguat tipis, tetapi masih cukup rawan melemah lagi di tengah tekanan eksternal yang makin meningkat karena akan ada rilis inflasi AS. 

Melansir data Refinitiv, mata uang Garuda pada akhir perdagangan kemarin, Rabu (11/10/2023) ditutup di Rp15.690/US$, menguat 0,25% secara harian dan berhasil mematahkan tren pelemahan selama dua hari beruntun.

Kendati ada penguatan tetapi tren besar masih dalam pelemahan, hal ini disinyalir karena sejumlah tekanan dari eksternal yang masih memanas. Sebut saja inflasi, pada semalam AS kedatangan data inflasi produsen (PPI) untuk periode September 2023.

Secara bulanan, PPI September melandai ke 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya 0,7%, hanya saja masih lebih panas dari perkiraan pasar di 0,3% Sementara dalam basis tahunan, PPI malah 2,2% dibandingkan bulan Agustus sebesar 2% dan ekspektasi pasar di 1,6%.

Pada malam hari ini, akan ada rilis data inflasi konsumen (CPI) yang digadang bakal menjadi data penting yang melandasi keputusan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) nantinya. 

Sebagai informasi, Inflasi AS per September 2023 diproyeksikan bisa tumbuh 3,6% secara tahunan (yoy), melandai dari bulan sebelumnya 3,7% yoy. Sedangkan inflasi inti AS diharapkan turun ke 4,1% yoy dibanding sebelumnya 4,3% yoy.

Secara keseluruhan nilai ekspektasi masih jauh di atas target the Fed di kisaran 2%, sepertinya tahun ini tidak memungkinkan untuk mencapai ke target tersebut. Saat ini fokus lebih pada ekspektasi pasar, apabila inflasi tumbuh lebih lambat maka pelaku pasar perlu waspada. Pasalnya, inflasi yang masih panas akan memicu the Fed tetap hawkish.

Di sisi lain, dari dalam negeri masih ada sejumlah senjata yang diharapkan bisa menopang rupiah ke depannya, bahkan diyakini mata uang Garuda bisa menguat ke Rp15.000/US$.

Hal tersebut disampaikan oleh Senior Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja dalam UOB Gateway to ASEAN Conference 2023, Rabu (11/10/2023).

“Keseimbangan dan posisi keseimbangan eksternal Indonesia tetap kuat, net FDI dan surplus transaksi berjalan, menciptakan lingkungan yang cukup stabil bagi rupiah dan untuk tahun depan kami memperkirakan rupiah akan kembali turun ke bawah Rp 15.000,” ujar Enrico.

Adapun salah satu senjata Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Bank Indonesia (BI) untuk stabilitas rupiah diharapkan bakal mulai berdampak. Sebagai informasi, bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatat pertumbuhan penghimpunan Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebesar 66% pada Agustus 2023 dibandingkan dengan Juni 2023. Seperti diketahui, BNI merupakan salah satu bank yang ditunjuk sebagai penampung Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar memaparkan total DHE yang telah berhasil dihimpun tersebut dalam berbagai bentuk seperti deposito, escrow, giro, tabungan, dan term deposit valas.

“Pada tahap awal ini, kami melihat minat dari para eksportir untuk menggunakan produk perbankan dalam negeri seperti penjaminan hingga cash collateral credit semakin baik sehingga ke depannya akan menjadi layanan yang dapat kami perkuat,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (9/10/2023).

Adapun pemerintah memiliki kebijakan yang mewajibkan minimal 30% DHE ditempatkan dalam sistem keuangan Indonesia selama minimal tiga bulan sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 36 Tahun 2023. Aturan ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2023, dan berlaku untuk barang-barang ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam (SDA).

Teknikal Rupiah

Secara teknikal tren pelemahan rupiah masih terjadi walau dalam basis waktu per jam sempat terjadi penguatan tipis menembus ke bawah garis rata-rata selama 20 jam atau moving average 20 (MA20). Dengan begitu, posisi penutupan pada perdagangan kemarin mulai menguji garis MA selanjutnya yakni MA50.

Garis MA50 di harga Rp15.680/US$ menjadi posisi support selanjutnya yang potensi di uji dalam jangka pendek. Posisi tersebut juga bisa dijadikan target penguatan. Hanya saja, karena tren besar masih melemah tetap peru dicermati target pelemahan harga selanjutnya potensi di Rp15.730/US$, bertepatan dengan high yang diuji Selasa (10/10/2023).

Pergerakan rupiah melawan dolar ASFoto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Rupiah ‘Rontok’ ke Rp 15.700/US$, Ini Analisa Lengkapnya!
Next post Inflasi AS Melonjak Lagi, Bursa Asia Dibuka Merana