IHSG Sumringah, 5 Saham Raksasa Ini Jadi Penopangnya
Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menguat pada perdagangan sesi I Rabu (31/7/2024), di tengah sikap pelaku pasar yang cenderung masih wait and see menanti hasil rapat pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS).
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG naik 0,17% ke posisi 7.254,45. IHSG cenderung masih bertahan di level psikologis 7.200, tepatnya di level 7.250-an.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 6,8 triliun dengan volume transaksi mencapai 11 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 529.224 kali. Sebanyak 283 saham naik, 278 saham turun, dan 221 saham cenderung stagnan.
B |
Secara sektoral, sektor industri menjadi penopang IHSG pada sesi I hari ini, yakni mencapai 1,06%.
Selain itu, beberapa saham menjadi penopang (movers) IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya.
Saham perbankan raksasa di Indonesia yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penopang terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 11,6 indeks poin.
IHSG cenderung menguat di tengah sikap pelaku pasar yang cenderung wait and see menanti hasil rapat pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
\ |
Hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed akan diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Pasar sudah mengantisipasinya di mana pada pertemuan akhir Juli ini The Fed diprediksi masih akan menahan suku bunga acuannya.
Namun, pasar berharap Ketua The Fed, Jerome Powell akan memberikan sinyal tentang waktu dan jumlah pemotongan suku bunga yang diharapkan dalam beberapa bulan mendatang.
Sejauh ini, pasar masih optimis bahwa pemangkasan suku bunga The Fed dapat dimulai pada pertemuan September. Berdasarkan perangkat CME FedWatch, sebanyak 89,6% pelaku pasar yakin The Fed akan mulai memangkas suku bunga acuannya pada September mendatang.
Harapan ini kian kuat kala lowongan pekerjaan di AS turun sedikit pada periode Juni 2024 dan data untuk bulan sebelumnya direvisi lebih tinggi, menunjukkan pasar tenaga kerja terus melambat secara bertahap dan tidak dalam bahaya pelemahan yang cepat.
Berdasarkan data dari Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja AS dalam Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja, atau JOLTS, lowongan kerja, yang mengukur permintaan tenaga kerja, telah turun 46.000 menjadi 8,184 juta pada hari terakhir di Juni 2024.
Sedangkan, data periode Mei lalu direvisi lebih tinggi untuk menunjukkan 8,230 juta posisi yang tidak terisi dibandingkan dengan yang dilaporkan sebelumnya 8,140 juta. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan 8,0 juta lowongan pekerjaan di bulan Juni.
Lowongan pekerjaan terus menurun sejak mencapai rekor 12,182 juta pada Maret 2022, karena permintaan yang moderat sebagai respons terhadap kenaikan suku bunga agresif The Fed. Angka tersebut turun sebanyak 941.000 sepanjang tahun.
Jika The Fed benar-benar akan memangkas suku bunganya pada September mendatang, maka hal ini akan membuat bank sentral lainnya juga berpotensi lebih bersikap dovish, termasuk Bank Indonesia (BI) yang sebelumnya sempat mengindikasikan pemangkasan jika rupiah sudah lebih stabil dan The Fed semakin dovish.
CNBC INDONESIA RESEARCH