menangan Trump Diyakini Jadi Angin Segar Sektor Tambang & Migas
Jakarta, CNBC Indonesia – Ekonom menilai kemenangan Donald J. Trump di pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) bakal memberi perubahan signifikan terhadap kebijakan energi global dan perekonomian. Chief Economist BCA David Sumual mengatakan Trump cenderung mendukung sektor energi fosil dan komoditas, berbeda dengan pemerintahan Presiden Biden.
“Dengan kembali terpilihnya Trump, kalau kita lihat secara historis ketika beliau memerintah di 2016 sampai 2020 itu sokongannya terhadap sektor pertambangan minyak, gas itu cukup kuat. Berbeda dengan pemerintahan Biden yang kemarin,” kata David di Minerba Expo 2024, Balai Kartini (25/11/2024).
Menurutnya, ada potensi perubahan isu global dalam pemerintahan Trump dalam empat tahun ke depan, yang diyakini lebih berpihak pada energi fosil.
“Presiden Trump ini lebih pro terhadap sektor energi fosil dan juga komoditas. Jadi secara keseluruhan memang saya melihat ada opportunity yang masih cukup besar di sektor ini,” ujar David.
Ia kemudian menyorot pentingnya keberlanjutan program hilirisasi sektor tambang yang telah bergulir dan berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Terutama hilirisasi nikel.
“Kita berharap untuk mineral yang lain, tambang mineral yang lain ini juga program hilirisasi berjalan. Jadi untuk bauksit misalnya, untuk tembaga, ini banyak investasi yang ingin masuk ke sektor-sektor ini. Dan ini perlu pendanaan yang cukup besar,” imbuh David.
Kendati demikian, David mengatakan pendanaan proyek hilirisasi tidak dapat bergantung sepenuhnya pada perbankan nasional, di kala kondisi likuiditas yang semakin ketat.
Ia juga berbicara mengenai kebijakan tarif perdagangan Trump terhadap Tiongkok dan negara lain, yang diperkirakan akan meningkatkan inflasi AS.
“Trump itu mengatakan bahwa dia akan menerapkan tarif. Jadi untuk produk-produk dari Tiongkok itu akan dikenakan tarif sampai 60%, bahkan lebih. Di luar Tiongkok itu 20% katanya tarifnya. Nah ini kan akan memicu kenaikan inflasi di Amerika Serikat,” jelas David.
Hal ini dapat berdampak pada kebijakan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve, yang bakal memangkas suku bunganya tidak secepat perkiraan awal. Penguatan dolar yang berpotensi terjadi malah dianggap dapat berdampak positif pada sektor pertambangan RI.
Kemudian, ketidakstabilan geopolitik global bakal membuat harga komoditas relatif tetap tinggi.
“Ketidakpastian, ketidakstabilan geopolitik, perang itu membuat juga harga komoditas masih relatif tinggi. Walaupun dibandingkan 2022 turun, karena bank sentral Amerika kan agresif menaikan suku bunga. Tapi kalau ke depan kita lihat tren suku bunga kecenderungan menurun, ini justru positif buat sektor pertambangan dan energi,” terangnya.
David memperkirakan dalam jangka pendek, sektor pertambangan seperti batu bara akan stagnan. Sementara dalam jangka panjang, tren global dan kebijakan pro-komoditas Trump diyakini bakal berdampak positif pada sektor tambang.