Cara Injourney dan PTPN Ubah Rugi Jadi Laba

Read Time:7 Minute, 16 Second
Hadirkan Layanan Terbaik, Bandara InJourney Airports Borong 34 Penghargaan Dunia
Foto: Infografis/ Angkasa Pura 2/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan transformasi bisnis di tubuh perusahaan pelat merah yang memiliki kinerja kurang baik atau merugi. Salah satu terobosan yang dilakukan oleh Menteri BUMN adalah membentuk holdingisasi seperti Holding Perkebunan Nusantara PTPN III dan Holding Pariwisata dan Pendukung InJourney.

Kedua holding tersebut berhasil disulap dari yang sebelumnya mencatat keuangan yang merugi kini sudah berbalik untung dan dapat berkontribusi pada pendapatan negara.

Sebagaimana diketahui, Industri pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling terpuruk akibat Covid-19. Hal itu kemudian mendasari pemerintah dalam membentuk InJourney pada 6 Oktober 2021.

Pilihan RedaksiBUMN Ini Sulap Rugi Jadi UntungHoldingisasi Bikin Kontribusi BUMN ke Negara Makin BesarLabanya Selangit, BUMN Makin Cuan Setelah Holdingisasi

Pada mulanya, InJourney beranggotakan PT Hotel Indonesia Natour, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, & Ratu Boko, dan PT Sarinah. Lalu pada akhir 2023, InJourney memiliki subholding, yakni PT Angkasa Pura Indonesia yang merupakan gabungan PT Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.

Pembentukan holding tersebut, telah membawa BUMN yang memiliki fokus bisnis di sektor pariwisata membalikan rugi menjadi untung. InJourney pada 2022 mengalami rugi Rp993 miliar. Namun, pada tahun 2023 sudah mencatat laba bersih sebesar Rp1,1 triliun atau melonjak hingga 211%.

Laba bersih InJourney didorong oleh pendapatan usaha sebesar Rp23,35 triliun, atau meningkat hingga 47% dibandingkan pendapatan usaha di tahun 2022 yang mencapai Rp15,85 triliun.

Dari sektor aviasi yang dikelola di bawah InJourney berhasil menumbuhkan peningkatan trafik. Bandara di bawah pengelolaan InJourney Airports mengalami pertumbuhan trafik penumpang hingga 30% yoy menjadi 150 juta, sementara pergerakan pesawat tumbuh 14% menjadi 1.2 juta. Kenaikan tersebut berdampak pada peningkatan pendapatan operasional hingga 47% yoy menjadi Rp23,34 triliun.

Sementara jumlah wisatawan tumbuh hingga 20% yoy menjadi 4,05 juta wisatawan pada 2023.

“Di tengah perekonomian yang menghadapi berbagai tantangan, InJourney mampu membalikkan keadaan dengan capaian laba bersih hingga Rp1,101 triliun. Kinerja tersebut merupakan hasil dari kerja keras dan kolaborasi seluruh karyawan dan manajemen InJourney Group serta dukungan penuh para stakeholder baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kinerja positif InJourney ini sejalan dengan semakin pulihnya industri pariwisata di Indonesia,” ungkap Direktur Utama InJourney, Dony Oskaria.

Adapun salah satu strategi yang dilakukan oleh InJourney adalah dengan menjalankan Boosting Tourism Recovery dengan meningkatkan kolaborasi dengan key airlines untuk meningkatkan direct flight baik domestik dan internasional.

Ia menjelaskan, penguatan kinerja di sektor aviasi dan kebandarudaraan salah satunya dengan membentuk dua subholding yakni InJourney Airports dan InJourney Aviation Services.

Menjelang berakhirnya tahun 2023 lalu, InJourney meluncurkan dua sub holding di bidang industri aviasi yakni InJourney Airports dan InJourney Aviation Services, sebagai langkah transformasi di industri aviasi dan kebandarudaraan. InJourney Group selanjutnya akan fokus pada proses integrasi bandara untuk menciptakan standar pelayanan yang berkualitas sesuai dengan amanah dari pemerintah.

Kemudian pada September 2024 diresmikan penggabungan dua perusahaan besar pengelola bandar udara di Indonesia, yaitu PT Angkasa Pura I (AP I) dan PT Angkasa Pura II (AP II). Penggabungan ini telah berjalan dengan lancar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ke dalam satu entitas yakni PT Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports.

Dengan adanya konsolidasi ini InJourney Airports dapat menangani lebih dari 170 juta penumpang per tahun dan akan berada di urutan kelima perusahaan operator bandara terbesar di dunia. Dengan adanya penggabungan ini, bandara yang dikelola
InJourney akan menjadi salah satu dari 5 operator bandar udara terbesar di dunia.

Direktur Utama InJourney, Dony Oskaria mengatakan untuk menyiapkan penggabungan tersebut, perusahaan sudah melakukan proses penyelarasan standar operasional prosedur (SOP), sistem IT, sistem keuangan, hingga operasional bandara yang mana prosesnya telah berlangsung sejak tahun lalu. InJourney Airports diharapkan dapat menjadi perusahaan pengelola bandara yang mengacu pada best practice di dunia.

“Penggabungan ini telah berjalan lancar sesuai dengan tujuan Pemerintah untuk meningkatkan sektor aviasi dan kebandarudaraan Indonesia menjadi 5 top global airports operator. Terlebih penggabungan ini sudah masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) yang telah disetujui oleh pemerintah dalam rangka peningkatan konektivitas udara untuk mendukung pertumbuhan industri pariwisata,” jelas Dony.

Ke depan InJourney telah menyusun sejumlah inisiatif strategi kepada anak perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerja bisnis dan kinerja keuangan InJourney Group, khususnya peningkatan kunjungan wisatawan pelayanan pariwisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang optimal dengan tetap menjaga prinsip efektif dan efisiensi.

Sementara itu untuk Holding Perkebunan Nusantara juga sukses membalikan kinerja keuangan yang sebelumnya merugi menjadi untung berkat tranformasi yang dilakukan. Kinerja PTPN sempat menurun hingga 2020, kini PTPN Group sukses meraih untung berturut-turut dalam tiga tahun terakhir.

Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani mengatakan, strategi menyulap keuangan yang tadinya rugi dengan melakukan berbagai inisiatif strategis guna mendukung transformasi perusahaan secara berkelanjutan. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan peran subholding PalmCo, SugarCo (SGN), dan SupportingCo.

Transformasi yang telah dilakukan PTPN Group selama tiga tahun terakhir memberikan peningkatan kinerja perusahaan yang signifikan. Salah satu keberhasilan tersebut tercermin dari kemampuan perseroan untuk mengkompensasi kerugian yang dialami dalam periode lima tahun sebelumnya.

“Kerugian yang ditimbulkan di 2015-2020 mampu dikompensasi dengan keuntungan tiga tahun terakhir, dan pemenuhan ke kreditur pun terus berjalan,” ujar Ghani, dikutip Jumat (4/10/2024).

Ghani menjabarkan, salah satu faktor penunjang keberhasilan tersebut adalah adanya peningkatan kinerja operasional kelapa sawit sebagai salah satu komoditas utama PTPN Group.

Pada 2019, produktivitas CPO PTPN sebesar 4,50 ton per hektare. Pada 2023, volume CPO naik menjadi 4,79 ton per hektare.

Dengan berbagai inisiatif strategi dan transformasi ini, Ghani optimis PTPN Group akan terus tumbuh berkelanjutan di masa mendatang. “Tentunya dukungan dan dorongan dari Kementerian BUMN serta stakeholders terkait akan semakin menguatkan peran PTPN Group sebagai perusahaan perkebunan terbesar di dunia,” ungkap Ghani.

Holding BUMN Perkebunan menargetkan laba tahun ini mencapai Rp 3,1 triliun atau tumbuh nyaris tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu. Abdul Ghani mengatakan pada tahun lalu laba PTPN sempat merosot. “Tahun 2023 yang lalu PTPN mengalami penurunan laba menjadi sebesar Rp 1,06 triliun yang disebabkan antara lain karena turunnya harga komoditas, namun pada tahun 2024 diproyeksikan laba perusahaan meningkat sebesar Rp 2,06 triliun menjadi Rp 3,1 triliun,” jelasnya.

Ghani mengatakan bahwa tahun ini laba perusahaan belum mendekati capaian 2022. Pada periode tersebut perusahaan menutup tahun dengan laba Rp 6,02 triliun.

Selain itu, Ghani juga memaparkan bahwa pendapatan kotor atau gross profit PTPN III tahun 2024 ini ditargetkan mencapai Rp 17,6 triliun yang mana lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pendapatan kotor perusahaan tahun 2023 lalu yang mencapai Rp 12,8 triliun.

Ghani memaparkan bahwa pendapatan perusahaan dari tahun ke tahun secara rerata meningkat 28,1% terhitung sejak 2020.

Sementara itu, untuk pendapatan perusahaan tahun 2024 ini ditargetkan mencapai Rp 61,7 triliun. Hal itu tercatat meningkat dibandingkan tahun 2023 lalu yang realisasi pendapatan perusahaan mencapai Rp 50,9 triliun.

Adapun PTPN sempat menjadi sorotan setelah mencetak rugi dan utang membengkak. Pada 2020, PTPN membukukan rugi bersih Rp 1,14 triliun dan utang lebih dari Rp 40 triliun.

Ghani mengatakan bahwa saat ini PTPN telah menyelesaikan utang sebesar Rp 18 triliun yang terdiri dari kewajiban kepada perbankan Rp 11,3 triliun, santunan hari tua Rp 3,7 triliun, dan iuran pensiun Rp 3 triliun.

Hal tersebut membuat rasio debt to EBITDA perusahaan menciut. Pada 2019 PTPN melaporkan debt to EBITDA sebesar 12,9 kali dan turun menjadi 3,57 kali pada 2023.

Menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah dalam transformasi holding InJourney terdapat efisiensi bisnis yang sangat signifikan. Dengan demikian, antar anak usaha perusahaan yang memiliki bisnis yang sama dapat saling bersinergi.

Misalnya saja, anak usaha PT Angkasa Pura Indonesia yang merupakan hasil penggabungan dari Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II. Kedua perusahaan tersebut memiliki bisnis yang sama yaitu di bidang pengelolaan bandara.

“Nah AP I dan AP II ini punya anak-anak perusahaan yang sebenarnya pada beberapa kasus itu justru mengalami persaingan sendiri,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa AP I memiliki anak usaha AP Logistik, sedangkan AP II memiliki AP Kargo. “Ya, dua-duanya ini lini bisnisnya itu adalah kargo logistik, pengiriman pengelolaan kargo. Artinya AP I dan AP II punya anak usaha yang saling bersaing,” jelasnya.

Kemudian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) juga memiliki lini bisnis serupa, yakni PT Gapura Angkasa. “Memang di beberapa tempat mereka tidak bertemu, karena AP I dan AP II wilayah kerjanya beda, ada yang di barat, ada yang di timur, tapi begitu dia masuk di Soekarno-Hatta, mereka bertemu. Dalam hal ini dia, si anak-anak usahanya ini menjadi saling bersaing,” lanjutnya.

Setelah holdingisasi, di bawah InJourney AP Logistik, AP Kargo, dan Gapura tidak lagi bersaing. Alhasil penguasaan lini bisnis dari hulu ke hilir dikuasai oleh InJourney.

Sementara itu untuk holding PTPN menciptakan efisiensi dari hasil proses reformasi di dalamnya. “Jadi sebenarnya holdingisasi ini adalah bentuk dari reformasi. Reformasi itu di dalamnya ada efisiensi. Hal-hal yang jelek-jelek itu dipangkas,” sebutnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Ini Bocoran Terbaru Soal IPO Inalum
Next post Daftar Emiten yang Dekat dengan Makan Siang Gratis Prabowo Subianto