Data Ini Ditunggu Pelaku Pasar, Rupiah Turun Tipis ke Rp15.625/US$

Read Time:2 Minute, 14 Second

Pekerja memperlihatkan uang dolar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Senin (4/7/2022).  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) 

Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sikap wait and see pelaku pasar perihal suku bunga acuan yang akan dirilis Bank Indonesia (BI) pekan ini serta data inflasi AS yang masih cukup tinggi.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,06% di angka Rp15.625/US$. Posisi ini semakin memperpanjang tren pelemahan yang telah terjadi sejak 15 Februari 2024.

Sementara DXY pada pukul 14.52 WIB melemah di angka 104,16 atau turun 0,13%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan Jumat lalu yang berada di angka 104,3.

https://www.cnbcindonesia.com/ads.txt?unblockia=true

Pelemahan rupiah salah satunya terjadi akibat penguatan DXY belakangan ini.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto memastikan perkembangan terakhir masih dipengaruhi sentimen global khususnya dolar AS, di mana DXY di minggu sebelumnya sempat melemah, namun di pekan lalu agak menguat kembali.

Kondisi ini menyebabkan terjadinya capital outflow khususnya dari pasar obligasi Indonesia.

Berdasarkan data transaksi 12 – 15 Februari 2024, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp4,07 triliun terdiri dari jual neto Rp0,98 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp6,03 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp0,98 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Per 16 Februari 2024, yield SBN 10 tahun stabil di 6,62%.

Tekanan terhadap rupiah juga hadir pasca data inflasi AS khususnya dari sisi konsumen (Consumer Price Index/CPI) yang menunjukkan di atas ekspektasi pasar.

Untuk diketahui, inflasi AS yang masih berada di level 3,1% year on year/yoy membuat ekspektasi terhadap penurunan level Fed Funds Rate melemah dan mungkin baru bisa terealisasi di H2-2024. Bagi Indonesia kondisi ini bisa berdampak ke kebijakan BI Rate dan posisi nilai tukar rupiah.

Di lain sisi, pelaku pasar juga masih memasang sikap wait and see perihal suku bunga (BI rate) yang akan dirilis Rabu (21/2/2024).

Pelaku pasar dan analis memprediksi BI akan kembali menahan suku bunga acuannya pada pertemuan kali ini, yakni kembali ditahan di level 6%.

Hingga saat ini, BI diperkirakan masih akan menahan suku bunga acuannya karena melihat kondisi suku bunga The Fed yang masih ditahan dalam pertemuan terakhir. Apalagi, bank sentral AS (The Fed) diprediksi belum akan memangkas suku bunga acuannya dalam waktu dekat.

Untuk diketahui, pada pertemuan Januari lalu, BI memutuskan untuk menahan suku bunga di 6% karena sebagai langkah konsistensi BI menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan, di tengah masih bergejolaknya ketidakpastian ekonomi global. Seiring dengan upaya untuk menjaga kinerja pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Inflasi Produsen AS Dinanti Pasar, Dolar Stagnan Rp15.615
Next post Jelang Pengumuman Suku Bunga Bank Sentral China, Bursa Asia Loyo